Redaksi

Redaksi

Gurita Bisnis Sabu Jaringan Lapas Bontang di Muara Wahau

Gurita Bisnis Sabu Jaringan Lapas Bontang di Muara Wahau

POSISI Muara Wahau memang unik. Dilintasi jalur Trans Kalimantan yang tak pernah tidur, namun ia ambigu ketika disebut sebagai wilayah pedalaman. Dihitung dari garis pantai terdekat di Pantai Sekerat, Kecamatan Bengalon, jaraknya memang lebih dari 100 km. Jarak dari Muara Wahau ke ibukota kabupaten di Sangatta, mencapai 200 km, namun, Anda bisa tempuh hanya 2 jam saja asal sehandal supir taksi Berau – Samarinda.

Muara Wahau juga wilayah hulu Sungai Mahakam. Diukur manual melalui Google Earth, panjang aliran Sungai Telen dari Muara Wahau menuju Samarinda adalah 290 km. Dengan jarak itu, saat akses jalan darat belum sebaik sekarang, warga lokal membutuhkan waktu sepekan menggunakan perahu ketinting untuk tiba di Samarinda. Dengan kondisi itu, sebenarnya Muara Wahau masih cukup layak disebut kota pedalaman.

Meski di pedalaman, keunikan Wahau dipercantik dengan hadirnya korporasi sawit yang menjadi sektor utama penggerak ekonomi. Menakjubkan! Dari pertengahan 2020 saat pandemi Covid-19 sampai sekarang, perkembangan kota ini begitu pesat. Bagi awam seperti saya, hadirnya anak cabang Bank Mandiri saja cukup menggambarkan hal tersebut. Sebelumnya hanya 2 bank saja yang hadir, yaitu BRI dan Bank Kaltimtara.

Yang mungkin agak mengejutkan, sepanjang 2023-2024, kehadiran toko modern seperti Indomaret dan coffe shop sangat pesat sebagai penanda kemajuan konsumsi di Muara Wahau. Ya, hanya dengan sawit saja kota ini bisa berkembang dengan baiknya. Bandingkan kecamatan lain yang dilintasi jalan poros Trans Kalimantan atau yang di lingkar tambang sekalipun. Bengalon misalnya, pembangunan dari korporasi sawit dan tambang, tidak terlalu menunjukkan trickle down effect yang mengejutkan. Memang ada perkembangan, namun tidak se-wah di Wahau.

Karena itu pula, angka kriminalitas di Muara Wahau terbilang cukup tinggi, terutama penyalahgunaan narkotika jenis sabu. Terungkap, sepanjang Januari hingga Juli 2024 lalu, Polsek Muara Wahau berhasil mengungkap 23 kasus di awal Juli, dan bertambah menjadi 26 kasus di akhir Juli 2024.

Memang capaian ini masih kalah jauh dengan Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Kutai Timur dengan tangkapan 2 kali lipat dari Polsek Muara Wahau. Jika dibandingkan dengan polsek, barangkali tidak apple to apple. Satresnarkoba adalah satuan di tingkat kabupaten yang mempunyai sumber daya lebih besar khusus menangani narkoba, dan Sangatta adalah episentrum utama di Kutai Timur dengan kompleksitas sosiologis yang lebih rumit dan perputaran uang yang jauh lebih besar.

***

Ditemui pertengahan Juli 2024 lalu, Kapolsek Muara Wahau AKP Satria Yudha WR mengakui wilayahnya adalah lintasan yang potensial untuk perdagangan narkotika jenis sabu. Pasokan barang haram ini bisa diurai dari dua arah, yaitu sektor utara dan selatan. Satria menyebut alur perdagangan internasional narkotika melalui Kalimantan Utara (Kaltara), menjadi pintu utama menuju wilayah lainnya di Kalimantan.

Kapolsek Muara Wahau AKP Satria Yudha WR

Penangkapan kurir yang melalui jalur Nunukan seberat 20 kg sabu oleh Ditresnakoba Polda Kaltara pada operasi besar-besaran dari 24 – 26 April 2024 lalu, mengungkapkan betapa besar jaringan dari sektor utara itu.

Pihak Polda Kaltara menyebut bahwa jaringan ini berasal dari Tawau, Sabah di Malaysia dan menyebutnya sebagai Jaringan Malaysia. Dari sabu yang menyebrang ke Kaltara ini, muncul jaringan kurir bernama Jaringan Kaltara yang memasok sabu dari utara hingga ke Kalimantan Selatan.

Baca juga:  Kedapatan Bawa Sabu, Pemuda di Singa Geweh Dicokok Polisi

Meski hasil tangkapan kepolisian hanya sekelas kurir, Jaringan Malaysia dengan memakai pintu masuk wilayah Nunukan menyasar bukan saja wilayah Kalimantan, tapi menyebrang ke wilayah Pare-Pare, Sulawesi Selatan.

Sedangkan dari selatan, Satria menyebut pasokan bertumpu dari para pengecer melalui beberapa jaringan. Dari beberapa itu, polisi mengindentifikasi 2 saja jaringan yang ada di Muara Wahau, yakni Jaringan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bontang dan Jaringan Lapas Samarinda.

Menurut Satria, jaringan yang disebut terakhir bisa terbilang jaringan baru. Pengungkapan kasus narkoba pada 29 Juli 2024 lalu di wilayah Polsek Muara Wahau, adalah berdasar hasil pengembangan penangkapan kurir bernama Ahmad Alpan (18), dan selanjutnya berhasil menangkap Akbal (27), dan Andrean Natanael Walelangko (28) sebagai bandar dengan sabu berasal dari Lapas Samarinda.

Andrean merupakan residivis yang baru keluar dari lapas. Dari Andrean yang dianggap bandar, pihak kepolisan menyita sabu seberat 37,61 gram beserta plastiknya dalam 39 poket siap edar. Kemasan siap edar dibagi dengan berat bervariasi dari 0,3 gram hingga berat 4 gram. Satria mengatakan meski tangkapan tahun ini yang terbesar dari  jaringan Lapas Samarinda, namun yang paling besar justru berasal dari Lapas Bontang.

Kepolisian sebenarnya sudah mengetahui peta besar pengedaran sabu. Sayangnya, pengungkapan kasus narkoba di Muara Wahau hanya sekelas pengecer. “Kami kesulitan menelurusi jaringan ini karena mereka bermain kecil-kecil dalam organisasi yang rapih, semua bermuara di beberapa lapas di luar Kutai Timur,” ungkap Satria.

***

Melansir rilis dari Polresta Samarinda pada 7 Oktober 2022 lalu, Kapolresta Samarinda yang saat itu dijabat Kombes Pol Ary Fadli mengatakan, pihaknya menangkap dua orang kurir sabu asal Muara Wahau bernama Siti Mursinah alias Sinah (39) dan Ari Suryadi alias Ari (27). Mereka berdua adalah bibi dan keponakan yang mendapatkan order kurir sabu dengan upah Rp 25 juta. Meski Sinah dan Ari mengaku hanya saat itu saja mereka ditawari sebagai kurir, Kombes Pol Ary Fadli menyebut mereka sebagai bagian dari jaringan pengedar.

Dalam rilis itu, Sinah mengaku tugasnya hanya mengambil tas berisi sabu di Jalan PM Noor, Samarinda, untuk diantarkan ke kurir lainnya di Bontang dengan cara meletakan tas di tempat yang telah ditentukan. Saat itu lah Sinah dan Ari ditangkap tanpa sempat kurir penerima di Bontang ikut ditangkap.

Dari pengembangan kasus, terungkap bahwa tas yang dibawa Sinah berisi sabu dengan bungkus Kopi Kapal Api seberat 2 kg adalah pesanan 3 narapidana di Lapas Bontang. Dari Lapas Bontang, pengakuan dari Sinah sabu akan diedarkan di wilayah Bontang dan Kutai Timur melalui 3 narapidana tersebut. Dalam rilis itu pula, Kombes Pol Ary Fadly menyebut bahwa barang menuju lapas itu berasal dari luar dan telah diubah motifnya.

Lapas Kelas IIA Bontang

***

Lapas Kelas IIA Bontang berada di Kota Bontang, sekira 240 km dari Muara Wahau. Narapidana yang menghuni lapas ini selain dari Bontang, juga berasal dari Kutai Timur lantaran di Kutai Timur tidak memiliki lapas.

Hal ini diakui Kasi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik (Binadik) Lapas Kelas IIA Bontang, Riza Mardani bahwa lapas yang dikenal dengan Lapas Gemilang Bontang menampung warga binaan dari Kutai Timur dan Bontang.

Baca juga:  Setelah 2 Pengedar Diringkus, Giliran Bandar Sabu Disikat Polsek Muara Wahau

Daya tampung Lapas Kelas IIA Bontang sebenarnya hanya 376 warga binaan. Sedangkan kondisi lapas setahun terakhir sudah overload lebih dari 460 persen dengan jumlah warga binaan mencapai 1.600 orang di tahun 2023. Dari 1.600 itu, hampir 60 persen warga binaan berasal dari Kutai Timur.

“Ada 893 warga Kutai Timur binaan Lapas Kelas IIA Bontang seluruhnya memiliki kasus penyalahgunaan narkoba,” ungkapnya, pada awak media, pada Rabu, 23 Agustus 2023 lalu. Pemuktahiran dari data pemilih saat Pemilu 2024 lalu, hunian lapas hanya ada 1.371 berdasarkan lembar surat suara yang didistribusikan untuk Lapas Bontang.

Betapa fenomenalnya Lapas Bontang terungkap saat DK (47) yang saat itu warga binaan Lapas Bontang, ditangkap petugas Polda Kaltara sebagai pemilik sekaligus pengendali sabu seberat 126,6 kg senilai hampir Rp 200 miliar. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kaltim Jumadi, mengakui pihak Lapas kecolongan. DK selama ini satu sel dengan 33 narapidana lain, namun menyimpan ponsel di kamar selnya.

DK merupakan pindahan dari Lapas Samarinda dengan kasus penyalahgunaan narkotika dan divonis 11 tahun penjara. Dia masuk ke Lapas Kelas II A Bontang pada 12 Agustus 2020 lantaran Lapas Samarinda overload.

Pengungkapan pengendalian 126.6 kg dan penangkapan jaringan DK berawal dari penangkapan 4 orang kaki tangan DK oleh tim Ditresnarkoba Polda Kaltara di Tanjung Selor pada 8 Agustus 2021. Mereka membawa sabu seberat 126,6 kg untuk diedarkan ke Kutai Timur dan Bontang. Belum sempat sabu dikirim, pihak kepolisian meringkus keempatnya di Tanjung Selor.

Dari penangkapan itu, terungkap alur distribusi sabu kelompok DK di Kutai Timur, tidak langsung ke sasaran wilayah, tapi dipusatkan terlebih dahulu di Sangatta melalui jaringan kurir lainnya. Pola ini juga memperkuat dugaan bahwa asal sabu sudah diubah motifnya untuk mengelabui asal barang.

Dengan demikian, meski sabu berputar-putar dari jaringan kurir ke jaringan kurir yang lain, asal sabu bisa diduga kuat bermula dari Kaltara yang disebarkan melalui jaringan kurir ke wilayah lainnya di Kalimantan hingga Sulawesi.

Saat ini DK sudah divonis mati pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN)Tanjung Selor yang diputus 13 Mei 2022 lalu. Sedangkan keempat kaki tangannya divonis 20 tahun penjara. Apakah dengan status ini, akan berkurang peredaran sabu?

Terbongkarnya Jaringan Lapas Samarinda oleh Polsek Muara Wahau bisa ditelusuri lebih jauh. Andrean adalah residivis yang baru saja keluar dari lapas, dan diumur 28 tahun naik kelas menjadi bandar dengan jumlah sabu sekitar 37 gram sekali edar.

Saat ini harga sabu di pasaran berkisar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per gram. Para pengedar biasanya menyediakan paket hemat dengan kemasan 0,25 gram dengan harga jual hingga Rp 350 ribu.

Berfungsinya lapas sebagai pusat kejahatan adalah dilematis. Bukan hanya itu, lapas malah dipakai untuk mengubah pelaku kejahatan dari level rendah ke level yang lebih tinggi. Naik kelasnya para residivis ini, menurut para ahli, akibat interaksi sesama napi selama di penjara berujung pada transfer pengetahuan.

Lapas pun pada akhirnya menjadi ajang rekrutmen untuk perluasan-penguatan jaringan, dan bahkan pasar potensial bagi bandar penghuni lapas. Eksesnya, membuat kejahatan meningkat secara kualitatif. (*/che)